“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (QS: 2: 183). Hati-hati orang beriman kembali bergembira, karena bulan keberkahan dan kebaikan kembali tiba. Penghulunya bulan. Bulan yang selalu dinanti-nantikan oleh seluruh orang-orang beriman. Kegembiraan dan kebahagiaan yang menyambut bulan penuh berkah ini, Insya Allah dengan niatan untuk tidak melewatkan sedikitpun Ramadhan itu kecuali dengan amal shalih. Hanya orang beriman yang merindukan datangnya Ramadhan karena keutamaannya, bukan karena banyaknya makanan yang dihidangkan.Ramadhan adalah titik tolak bagi pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara untuk keluar dari kegelapan menuju titik terang benderang. Dari segala bentuk nilai-nilai negatif menjadi nilai-nilai positif. Ramadhan adalah bulan taubat, taqarrub, dan munajat kepada Allah agar bisa meningkatkan kualitas kehidupannya secara maksimal, terprogram, dan istiqamah (konsisten). Menyambut Ramadhan
Ramadhan adalah bulan penuh keutamaan dan bulan dimana Allah akan melipat gandakan pahala bagi siapa saja yang memenuhinya dengan amal shalih. Pintu ampunan dibuka dengan lebarnya, dan Allah janjikan pemutihan dosa bagi siapa saja yang beribadah dengan sungguh-sungguh di bulan itu.. Berbagai kemuliaan Ramadhan tersebut harus kita raih dan tidak boleh terlewatkan. Untuk itu kita memerlukan persiapan yang cukup dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan. Persiapan tersebut lebih diarahkan pada pengkondisian diri, keluarga dan masyarakat. Bentuknya bisa bermacam-macam. Menjaga kondisi fisik agar tetap sehat adalah sebuah keharusan, sehingga semua aktifitas Ramadhan bisa dilalui dengan normal dan hikmat. Di samping itu, membuka kembali pemahaman Fiqh mengenai puasa secara utuh juga diperlukan sehingga diharapkan aktifitas Ramadhan akan berjalan dengan baik. Kita juga harus mulai mengkondisikan diri dengan ibadah-ibadah sunnah yang biasa dilakukan di bulan puasa seperti puasa Sya’ban, Shalat malam, dan lain-lainnya. Taubat kepada Allah dan saling maaf memaafkan sesama saudara dan kaum muslimin juga dilakukan supaya ketika memasuki Ramadhan kita telah kembali fitrah. Dan ketika selesai Ramadhan kita benar-benar dalam keadaan suci dari dosa, baik kepada Allah maupun manusia. Persiapkan keluarga dan masyarakat sekitar untuk menyambut Ramadhan dengan kegiatan yang menumbuhkan semangat untuk beramaliyah Ramadhan. Pembentukan Panitia Ramadhan, penyebaran stiker dan spanduk Ramadhan, menyediakan acara dan rubrik khusus Ramadhan oleh segenap pengelola media cetak dan DKM Masjid juga perlu dilakukan agar informasi tuntunan Ramadhan menjadi lebih tersiar. Menghidupkan Ramadhan
Ketika Ramadhan sudah datang hendaknya kita menghidupkan Ramadhan dengan berbagai aktifitas yang bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT dan kepada sesama kaum muslimin. Hablum minallah dan Hablum minan naas. Pelaksanaan puasa, Tarawih, Witir, berdo’a, tilawah (membaca Al- Qur’an), tasmi’ (mendengarkan bacaan Al-Qur’an), I’tikaf dan lain sebagainya harus sesuai dengan tuntunan Islam. Menyambung tali Shilaturahim kepada keluarga, tetangga, saudara, dan tidak lupa kita berkunjung kepada alim ulama untuk senantiasa meminta nasihat dan bimbingannya. Menghimpun dana Zakat, Infak dan Shadaqah mengelola serta menyalurkannya bisa juga dilakukan. Disamping yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kualitas dan kuantitas (mutu dan jumlah) berbagai aktifitas da’wah. Oleh karena itu penyelenggaraan ceramah tarawih, kuliah subuh, dan dhuhur dengan judul yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta pelatihan-pelatihan yang diperlukan oleh masyarakat seperti perawatan jenazah, manajemen masjid, dan lain-lain perlu juga dilakukan.Berbagai kegiatan yang bisa dilakukan dalam menghidupkan Ramadhan adalah sebagai berikut:1. Membaca Al-Qur’anRamadhan adalah Syahrul Qur’an (bulan Al-Qur’an). Maka masuk akal jika Nabi SAW lebih sering membacanya dalam bulan Ramadhan. Karena itu seharusnya dalam bulan Ramadhan kegiatan utama kita selain berpuasa juga membaca Al-Qur’an. Hal ini tentu saja dengan tetap memperhatikan tajwid dan Makhaarijil Huruf (cara membaca huruf Hijaiyah) dan maksud awal bahwa diturunkannya Al-Qur’an adalah untuk ditadabburi, dipahami, dan diamalkan (QS. Shaad: 29). Jadi tidak ada istilah semakin cepat khatam Al – Qur’an dengan tidak memperhatikan tata cara membacanya semakin baik. Yang benar adalah semakin sering membaca Al – Qur’an adalah makin utama. 2. Memberi makanan dan atau shadaqah lainnyaRasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang memberi buka kepada orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut (HR. Turmudzi dan An- Nasa’i)3. Memperhatikan kesehatan, keluarga, aktifitas Da’wah dan SosialRasulullah selalu mencontohkan untuk selalu menjaga kesehatan selama berpuasa. Menu makanan dan minuman juga harus diperhatikan supaya tetap seimbang. Hak keluarga juga tetap mendapat porsi yang seharusnya jangan terlalu asyik beribadah mahdhah kemudian lupa anak dan istri. Ini tidak benar. 4. Menghidupkan malam, I’tikaf, umrah dan zakat fitrah.PANDUAN QIYAM RAMADHAN DAN SHALAT TARAWIHQiyam Ramadhan dan Shalat tarawih adalah salah satu ibadah, yang terkadang dalam pelaksanaannya dapat menganggu Ukhuwah Islamiyah karena terdapat perbedaan pada beberapa hal.1. Shalat Tarawih hukumnya adalah sunnah. Jadi dikembalikan kepada asal hukum sunnah itu sendiri. 2. Pemberlakuan Shalat Tarawih berjama’ah pernah dilakukan nabi. Tetapi kemudian setelah berjalan tiga malam, Nabi SAW membiarkan para sahabat melakukan tarawih sendirian. Ketika masa Khalifah Umar Bin Khatab, terbersit dalam hati Umar untuk melakukannya sehingga terbentuklah shalat tarawih berjama’ah. (Mutafaq alaih riwayat Aisyah).3. Pada dasarnya wanita lebih baik shalat dirumahnya. Tetapi jika tidak ke masjid ia tidak melaksanakannya atau untuk hal tersebut mendatangkan kebaikan yang banyak pelaksanaannya tetap melihat etika wanita ketika keluar rumah. 4. Jumlah rakaat tarawih hendaknya dikembalikan kepada akar persoalannya. Hadist dari Aisyah: Nabi tidak pernah melakukan shalat malam lebih dari 11 rakaat baik dibulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan. (Al-Fath: Ibid). tetapi Sahabat Umar, Utsman dan Ali juga berbeda dalam bilangan jumlah rakaat tarawih. Tetapi satu kesamaan mereka dengan Nabi SAW adalah rakaat yang mereka laksanakan panjang dan lama.5. Cara pelaksanaan Sholat Tarawih dalam hadist Bukhari riwayat Aisyah adalah dengan tiga kali salam, masing-masing terdiri 4 rakaat yang sangat panjang ditambah 4 rakaat yang sangat panjang pula, ditambah 3 rakaat sebagai penutup. Atau dilakukan dua rakaat - dua rakaat witir bisa dilakukan satu rakaat atau tiga rakaat. (Mutafaq alaih)Sunnah dan Adab dalam puasaa. Sahurb. Segera berbuka jika sudah tiba waktunyac. Banyak berdoad. Berbuka dengan kurma atau air putihe. Berdo’a sebelum berbukaf. Banyak membaca Al-Qur’ang. Memberi makan orang yang berpuasa.h. Menjaga kebersihan muluti. Banyak bershadaqahj. Menjaga anggota tubuh dan panca indera dari dosa dan maksiatk. Memberikan perhatian kepada keluargal. Konsentrasi dan meningkatkan ibadah di penghujung Ramadhan.m. I’tikaf.Jangan sekalli-kali mencoba untuk meninggalkan puasa tanpa alasan yang jelas dan dapat diterima oleh agama. Rasulullah SAW, bersabda: “Barang siapa tidak berpuasa pada bulan Ramadhan sekalipun sehari tanpa alasan rukhshah atau sakit, hal itu (merupakan dosa besar) yang tidak bisa ditebus bahkan seandainya ia berpuasa selama hidup” ( HR. At Turmudzi). Sebagai peningkatan kualitas puasa kita, menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan nilai puasa juga harus dikerjakan. Puasa merupakan pendidikan untuk menahan diri dari hal-hal yang tidak benar, jika hal itu tidak bisa ditinggalkan, maka tidak ada nilai atau paling tidak berkurang nilai ibadah seseorang. Rasulullah SAW pernah bersabda: “ Bukanlah (hakikat ) puasa itu sekedar meninggalkan makan dan minum, melainkan meninggalkan pekerti sia-sia (tak bernilai) dan kata-kata bohong” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah). Rasulullah juga pernah bersabda bahwa: “ Barang siapa yang selama berpuasa tidak meninggalkan kata-kata bohong bahkan mempraktekkannya, maka tidak ada nilainya bagi Allah apa yang ia sangkakan sebagai puasa, yaitu sekedar meninggalkan makan dan minum” (HR. Bukhari dan Muslim). Bersungguh-sungguh dalam melakukan puasa dengan cara menepati aturan-aturannya merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan di dalam rangka membentuk manusia yang bertaqwa sesuai dengan semangat puasa. Sebisa mungkin kita bersahur karena di situ ada keberkahan bukan sekedar makan apa tetapi Rasulullah pernah bersabda bahwa: “ Makanan sahur semuanya bernilai berkah, maka jangan anda tinggalkan, walaupun hanya seteguk air. Allah dan para malaikat mengucapkan salam kepada orang-orang yang makan sahur (HR. Ahmad). Kemudian hendaklah ketika sudah tiba waktu berbuka cepat-cepatlah berbuka wqalaupun hanya dengan seteguk air. Jangan lupa berdoa setelahnya karena Rasulullah SAW pernah bersabda: “Ada tiga kelompok manusia yang doanya tidak ditolak Allah. Yang pertama ialah dia orang yang berpuasa sehingga mereka berbuka” (HR. Ahmad dan Turmudzi)PANDUAN BUAT MUSLIMAHA. PANDUAN UMUM1. Wanita sama dengan pria ia juga disyariatkan untuk banyak beribadah seperti memperbanyak membaca Al-Qur’an, dzikir, doa, sedekah dan lain-lain..2. Mengajarkan kepoada anak-anak akan pentingnya Ramadhan bagi umat islam, dan membiasakan mereka berpuasa secara bertahap serta menerangkan hokum-hukum puasa yang bisa mereka cerna dengan tingkat kefahaman yang mereka miliki.3. Tidak menghabiskan waktunya hanya di dapur, dengan membuat variasi makanan untuk berbuka. Beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah juga mutlak dilakukan.B. HAID DAN NIFASWanita yang haid dan nifas boleh tidak berpuasa. Jika haid atau nifas keluar meskipun sekejap sebelum Maghrib, ia wajibmembatalkan puasanya dan menggantinya di waktu lain. Jika ia suci di siang hari, maka untuk hari itu ia tidak boleh berpuasa, sebab pada pagi harinya ia tidak dalam keadaan suci. Jika ia suci pada malam hari, maka ia wajib berpuasa disiang harinya meskipun ia suci sesaat sebelum fajar dan baru sempat mandi setelah terbit fajar.C. HAMIL DAN MENYUSUIJika wanita hamil itu takut akan keselamatan kandungannya, ia boleh berbuka. Jika kekhawatirannya terbukti dengan pemeriksaan secara medis dari dua dokter yang dipercaya, hukumnya menjadi wajib demi keselamatan sang janin. Jika ibu hamil atau menyusui khawatir akan kesehatan dirinya, bukan anak atau janin, mayoritas ulama membolehkan ia untuk mengganti puasanya. Ia diqiyaskan seperti orang sakit. Jika ibu hamil atau menyusui khawatir akan keselamatan janin atau anaknya, ia boleh berbuka. Setelah itu apakah ia wajib mengganti atau membayar fidyah ulama berbeda pendapat. Dalam Tarjih Muhammadiyah cukup dengan membayar fidyah tidak perlu mengganti di hari lain.D. WANITA BERUSIA LANJUTJika puasa menyebabkan kondisinya sakit ia tidak boleh puasa. Secara umum orang yang berusia lanjut tidak bisa diharapkan lagi untuk mengganti puasanya. Maka ia hanya wajib membayar fidyah.E. WANITA DAN TABLET PENGENTAS HAIDSyaikh Ibnu Utsaimin, salah seorang ulama terkemuka Arab Saudi mengatakan bahwa penggunaan obat yang dapat menunda haid tidak dianjurkan. Bahkan bisa berakibat tidak baik bagi kesehatan wanita. Karena haid adalah hal yang telah ditakdirkan bagi wanita, dan kaum wanita masa Nabi tidak pernah melakukanya. Persoalannya jika ada wanita yang melakukan hal ini maka:1. Jika darah benar-benar berhenti, maka puasanya sah2. Jika ia ragu maka hukumnya seperti wanita haid.F. MENCICIPI MAKANANPara ulama memfatwakan tidak mengapa wanita mencicipi rasa masakannya, asal sekedarnya dan tidak sampai ke tenggorokan. Hal ini diqiyaskan dengan berkumur-kumur.MELESTARIKAN NILAI-NILAI RAMADHANSetelah Ramadhan berakhir, bukan berarti berakhir juga ketaqwaan kita kepada Allah. Tetapi tugas berat kita adalah membuktikan keberhasilan Ramadhan dengan peningkatan ketaqwaan kepada Allah. Maka pentingnya melestarikan nilai-nilai Ramadhan adalah bagaimana aktifitas ibadah yang kita lakukan di bulan Ramadhan bisa tetap kita lakukan di luar Ramadhan. Paling tidak ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan diantaranya:1. Tidak gampang berbuat dosa2. Hati-hati dalam bersikap dan bertindak3. Bersikap jujur4. Memiliki semangat kebersamaat (berjama’ah)5. Melakukan pengendalian diri6. Meninggalkan perbuatan yang dimurkai Allah dan sifat-sifat jahil.Demikianlah uraian singkat panduan Ramadhan semoga Allah senatiasa memberikan keimanan, dan keikhlasan kepada kita. Karena hanya keimanan dan keiikhlasanlah yang akan membesarkan amalan kita dihadapan Allah, sebaliknya sikap-sikap kekafiran dan kesombonganlah yang akan mengecilkan amal kita dihadapan Allah. Walaupun seluruh manusia berusaha membesar-besarkannya.
Selasa, 19 Agustus 2008
Senin, 04 Agustus 2008
KEPALA SEKOLAH SEBAGAI SUPERVISOR
DALAM UPAYA MENINGKATAN MOTIVASI GURU
A. Pendahuluan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/ Madrasah menyatakan bahwa seorang Kepala Sekolah mesti memiliki kualifikasi kompetensi, dengan berbagai dimensi diantaranya yakni dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan kompetensi sosial.
Jika melihat pada keefektifan suatu sekolah dalam menggapai visi, mengemban misi, dan menjalankan aktivitas pendidikan mempersyaratkan adanya seorang kepala sekolah yang efektif, yaitu seorang kepala sekolah yang mampu mengelola sumber daya manusia maupun non-manusia secara efektif dan efisien. Lebih-lebih, dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah memperkenalkan dan menggalakkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (School Based Quality Improvement), yang lebih dikenal dengan manajemen berbasis sekolah (School Based Management), kehadiran kepala sekolah yang efektif merupakan komponen organik, sebab bagaimanapun banyaknya sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki sekolah, betapapun besarnya dana yang tersedia bagi pembiayaan operasional sekolah, dan betapapun banyaknya sumber daya manusia yang tersedia untuk mengoperasikan kegiatan sekolah, semuanya akan sia-sia belaka bilamana tidak dikelola secara profesional oleh kepala sekolah yang efektif dan efisien.
Dari berbagai kompetensi yang harus dimiliki seorang kepala sekolah, Kepala sekolah harus mampu memotivasi, mendorong, menggalang, mengarahkan, membimbing, mensuprvisi seluruh pendidik dan tenaga kependidikan yang menjadi tanggung jawabnya dalam satu kesatuan ’nawaitu” menggapai visi, mengemban misi, dan melaksanakan program aksi yang telah direncanakan dengan melibatkan seluruh stakeholder. Oleh karena itu seorang kepala sekolah dipandang perlu memiliki konsep dan strategi kepemimpinan, supervisi pembelajaran, dan motivasi guru.
B. Kepemimpinan
1. Konsep Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan keseluruhan proses mempengaruhi, mendorong, mengajak, menggerakkan, dan menuntun orang lain dalam proses kerja agar berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan hakikatnya dapat muncul kapan dan dimanapun, apabila ada unsur-unsur :
1. Orang yang memimpin.
2. Orang-orang yang dipimpin.
3. Kegiatan atau tindakan penggerakkan untuk mencapai tujuan.
4. Tujuan yang ingin dicapai bersama.
Begitu pula kepemimpinan kepala sekolah dalam suatu institusi pendidikan, maka dalam menjalankan program yang telah direncanakan atau diorganisasikan perlu didukung dengan sebuah kepemimpinan yang efektif dan didukung pula oleh seluruh pendidik dan tenaga kependidikan. Kehadiran seorang kepala sekolah sangat esensial, mengingat kepala sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber daya yang dimiliki pada suatu sekolah/madrasah. Karena itu, kepala sekolah disebut juga sebagai fungsi organik dalam proses manajemen.
2. Syarat-syarat untuk Menjadi Kepala Sekolah yang Sukses
Kepala Sekolah merupakan pemimpin di Siapapun yang menjadi pemimpin sekolah harus memenuhi syarat-syarat pemimpin agar sukses dalam kepempimpinnya di sekolah, baik kepribadian, pengetahuan, dan ketrampilan, sebagaimana diuraikan berikut ini:
1. Seorang pemimpin harus dapat memiliki sifat-sifat pribadi yang terpuji, antara lain ramah, periang, antusias, berani, murah hati, spontan, percaya diri, dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi, menerima pendapat orang lain.
2. Seorang pemimpin harus dapat memikirkan, merumuskan tujuan visi, misi, kondisi, dan aksi yang ingin dicapai, dan menginformasikannya kepada staf agar mereka sepenuhnya memahami yang ingin dicapai bersama.
3. Seorang pemimpin harus memiliki ketrampilan dalam bidang yang dipimpinnya. Pemimpin pendidikan harus terampil dalam bidang pendidikan. Dengan keterampilan tersebut diharapkan pemimpin dapat membantu stafnya dalam mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapi.
C. Supervisi
Beberapa kenyataan menunjukkan bahwa para pelaksana supervisi pendidikan cenderung mempersepsikan supervisi pembelajaran adalah sama dengan penilaian dan inspeksi. Realita pelaksanaan supervisi pembelajaran cenderung menilai dan mengawasi. Realita pelaksanaan supervisi pembelajaran cenderung pada aspek teknis administratif. Padahal supervisi pembelajaran bukanlah penilaian dan inspeksi.
1. Konsep Supervisi Pembelajaran
Sering dijumpai adanya seorang supervisor dalam melaksanakan supervisi pembelajaran hanya datang ke sekolah dengan membawa instrumen pengukuran performa guru. Kemudian masuk ke kelas melakukan pengukuran terhadap performa guru yang sedang mengajar. Setelah itu, selesailah tugasnya, seakan-akan supervisi pembelajaran sama dengan penilaian-penilaian performa mengajar guru, padahal secara teoritik tidaklah demikian.
Perilaku supervisi pembelajaran sebagaimana digambarkan di atas merupakan salah satu contoh perilaku supervisi pembelajaran yang salah. Perilaku supervisi pembelajaran yang demikian sama sekali tidak akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas perfoma guru dalam mengelola proses pembelajaran. Seandainya memberikan pengaruh, pengaruhnya sangat kecil artinya bagi peningkatan kualitas performa guru dalam mengelola proses belajar-mengajar. Supervisi pembelajaran sama sekali bukan penilaian performa guru.
Secara konseptual, sebagaimana ditegaskan Glickman (1981), supervisi pembelajaran adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses belajar-mengajar demi pencapaian tujuan pembelajaran. Supervisi pembelajaran merujpakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran (Daresh, 1989). Dengan demikian, berarti, esensial supervisi pembelajaran itu sama sekali bukan menilai performa guru dalam mengelola proses belajar-mengajar, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.
Meskipun demikian, supervisi pembelajaran tidak bisa terlepas dari penilaian performa guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses belajar-mengajar, maka menilai performa guru dalam mengelola proses belajar-mengajar merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian performa guru dalam supervisi pembelajaran adalah melihat realita kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti berikut.
a. Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas?
b. Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam kelas?
c. Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan murid?
d. Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan pembelajaran?
e. Apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?
2. Prinsip-prinsip Supervisi Pembelajaran
Konsep dan tujuan supervisi pembelajaran, sebagaimana dikemukakan oleh para teoritikus supervisi pembelajaran di muka, memang tampak idealis bagi para praktisi supervisi pembelajaran. Akan tetapi, memang demikianlah seharusnya kenyataan normatif konsep dasarnya. Para kepala sekolah baik suka maupun tidak suka harus siap menghadapi problema dan kendala dalam melaksanakan supervisi pembelajaran. Adanya problema dan kendala tersebut sedikit banyak bisa diatasi apabila dalam pelaksanaan supervisi pembelajaran kepala sekolah menerapkan prinsip-prinsip supervisi pembelajaran.
Semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi pembelajaran modern yang harus direalisasikan pada setiap proses supervisi pembelajaran di sekolah-sekolah. Selain tersebut di atas, berikut ini ada beberapa prinsip lain yang harus diperhatikan dan direalisasikan oleh supervisor dalam melaksanakan supervisi pembelajaran, yaitu sebagai berikut.
a. supervisi pembelajaran harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis.
b. supervisi pembelajaran harus dilakukan secara berkesinambungan. Ketiga, supervisi pembelajaran harus demokratis.
c. program supervisi pembelajaran harus integral dengan program pendidikan.
d. supervisi pembelajaran harus komprehensif.
e. supervisi pembelajaran harus konstruktif.
f. supervisi pembelajaran harus obyektif.
3. Prosedur Supervisi Pembelajaran
Esensial supervisi pembelajaran adalah membantu guru mengembangkan kemampuan, pengetahuannya sehingga ia semakin mampu memfasilisasikan belajar bagi murid-muridnya. Pertanyaannya sekarang bagaimana sebaiknya melaksanakan pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Menurut Marks, Stoops dan Stoops (1985) ada lima fase dalam melaksanakan pembinaan keterampilan. Kelima fase tersebut meliputi: (1) menciptakan hubungan-hubungan yang harmonis; (2) analisis kebutuhan; (3) mengembangkan strategi dan media; dan (4) menilai dan revisi
Langkah 1: Menciptakan Hubungan yang Harmonis. Langkah pertama dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah menciptakan hubungan yang harmonis antara supervisor dan guru, serta semua pihak yang terkait dengan program pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Dalam upaya melaksanakan supervisi pembelajaran memang diperlukan kejelasan informasi antar personil yang terkait. Tanpa kejelasan informasi, guru akan kebingungan, tidak tahu yang diharapkan supervisor, dan meyakini bahwa tujuan pokok dalam pengukuran kemampuan guru, sebagai langkah awal setiap pembinaan keterampilan pembelajaran melalui supervisi pembelajaran, adalah hanya untuk mengidentifikasi guru yang baik dan yang jelek dalam mengajar. Padahal seandainya ada kejelasan informasi, tentu tidak akan terjadi guru yang demikian.
Ada sejumlah prinsip komunikasi yang harus diterapkan oleh supervisor, sebagaimana dikemukakan oleh Marks, Stoops dan Stoops, sebagai berikut.
1. Berbicaralah sebijaksana dan sebaik mungkin
2. Ikutilah pembicaraan orang lain secara saksama
3. Ciptakan hubungan interpersonal antar personil
4. Berpikirlah sebelum berbicara
5. Ikutilah norma-norma yang berlaku pada latar sekolah
6. Usahakanlah untuk memahami pendapat orang lain
7. Konsentrasikan pada pesanmu, bukan pada dirimu sendiri
8. Kumpulkan materi untuk mengadakan diskusi bila perlu
9. Persingkat pembicaraan
10. Ciptakan ketidaksanggupan
11. Bersemangatlah
12. Raihlah sikap orang lain untuk membantu program
13. Berkomunikasilah dengan “eye communication”
14. Selalu mencoba
15. Jadilah pendengar yang baik
16. Ketahuilah kapan sebaiknya berhenti berkomunikasi
Langkah II: Analisis Kebutuhan. Sebagai langkah kedua dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah analisis kebutuhan (needs assessment). Secara hakiki, analisis kebutuhan merupakan upaya menentukan perbedaan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipersyaratkan dan yang secara nyata dimiliki. Prinsip supervisi pembelajaran yang ketujuh, sebagaimana telah dikemukakan di muka, adalah obyektif, artinya dalam penyusunan program supervisi pembelajaran harus didasarkan pada kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Dalam upaya memenuhi prinsip ini diperlukan analisis kebutuhan tentang keterampilan pembelajaran guru yang harus dikembangkan melalui supervisi pembelajaran. Adapun langkah-langkah menganalisis kebutuhan sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan atau masalah-masalah pendidikan – perbedaan (gap) apa saja yang ada antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang nyata dimiliki guru dan yang seharusnya dimiliki guru? Perbedaan di kelompok, disintesiskan, dan diklasifikasi.
2. Mengidentifikasi lingkungan dan hambatan-hambatannya.
3. Menetapkan tujuan umum jangka panjang.
4. Mengidentifikasi tugas-tugas manajemen yang dibutuhkan fase ini, seperti keuangan, sumber-sumber, perlengkapan dan media.
5. Mencatat prosedur-prosedur untuk mengumpulkan informasi tambahan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki guru. Pergunakanlah teknik-teknik tertentu, seperti mengundang konsultan dari luar sekolah, wawancara, dan kuesioner.
6. Mengidentifikasi dan mencatat kebutuhan-kebutuhan khusus pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Pergunakanlah kata-kata perilaku atau performansi.
7. Menetapkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru yang bisa dibina melalui teknik dan media selain pendidikan.
8. Mencatat dan memberi kode kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru yang akan dibina melalui cara-cara lainnya.
Langkah III: Fase Pelaksanaan – Pengembangan Strategi dan Media. Setelah tujuan-tujuan pembinaan keterampilan pembelajaran berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan yang diperoleh melalui analisis kebutuhan di atas, supervisor menganalisis setiap tujuan untuk menentukan bentuk-bentuk teknik dan media supervisi pembelajaran yang akan digunakan. Menurut Gwynn (1961), teknik-teknik supervisi bila dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok. Tujuan pengembangan strategi dan media supervisi pembelajaran ini adalah.
1. untuk mendaftar pembinaan-pembinaan keterampilan pembelajaran yang akan dilakukan dengan menggunakan teknik supervisi individual.
2. untuk mendaftar pembinaan keterampilan pembelajaran yang akan dilakukan melalui teknik supervisi kelompok dan
3. untuk mengidentifikasi dan memilih teknik dan media supervisi yang siap digunakan untuk membina keterampilan pembelajaran guru yang diperlukan.
Setelah mengembangkan teknik dan media supervisi pembelajaran, mulailah dilakukan pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik dan media tertentu sebagaimana telah dikembangkan. Mengenai teknik-teknik supervisi, baik yang individual maupun kelompok, dan medianya akan diuraikan secara khusus pada akhir bab ini.
Langkah IV: Penilaian, Penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai. Dalam konteks supervisi pembelajaran, penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Tujuan penilaian pembinaan keterampilan pembelajaran, yaitu.
Langkah V: Revisi. Sebagai langkah terakhir dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah merevisi program pembinaan. Revisi ini dilakukan seperlunya, sesuai dengan hasil penilaian yang telah dilakukan. Langkah-langkahnya sebagai berikut.
1. me-review rangkuman hasil penilaian
2. apabila ternyata tujuan pembinaan keterampilan pembelajaran guru tidak dicapai, maka sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan
3. apabila ternyata memang tujuannya belum tercapaim maka mulailah merancang kembali program pembinaan keterampilan pembelajaran guru, dan
4. mengimplementasikan program pembinaan yang telah dirancang kembali.
Dalam proses supervisi klinik perilaku supervisor menentukan keberhasilan dalam membantu mengembangkan guru. Menurut Glickman (1981), perilaku supervisor dalam proses supervisi pengajaran meliputi; (1) mendengarkan, (2) mengklarifikasi, (3) mendorong, (4) mengpresentasikan, (5) memecahkan masalah, (6) bernegosiasi, (7) mendemonstrasikan, (8) memastikan, (9) standarisasi, dan (10) menguatkan.
5. Teknik-teknik Supervisi Pembelajaran
Ada bermacam-macam teknik supervisi pembelajaran dalam upaya pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Menurut “The Twelfth Yearbook of the Departement of Supervisor and Director of Instruction” ada sejumlah teknik supervisi yang sangat bermanfaat bagi pembinaan guru, sebagaimana dikutip oleh Marks, Stoops, dan Stoops. Dalam hal ini meliputi pertemuan-pertemuan staf kunjungan supervisi, buletin profesional, perpustakaan profesional, laboratorium kurikulum, penilaian guru, demonstrasi mengajar, pengembangan kurikulum, pengambangan petunjuk pembelajaran, darmawisata, lokakarya, kunjuungan antarkelas, bacaan profesional, dan survei masyarakat-sekolah.
Menetapkan teknik-teknik supervisi pembelajaran yang tepat tidaklah mudah. Seorang supervisor, selain harus mengetahui aspek atau bidang keterampilan yang akan dibinakan, juga harus mengetahui karakteristik setiap teknik di atas dan sifat atau kepribadian guru, sehingga teknik yang digunakan betul-betul sesuai dengan guru yang sedang dibina melalui supervisi pembelajaran. Sehubungan dengan kepribadian guru, Lucio dan McNeil (1979) menyarankan agar supervisor mempertimbangkan enam faktor kepribadian guru, yaitu kebutuhan guru, minat guru, bakat guru, temperamen guru, sikap guru, dan sifat-sifat somatic guru.
D. Motivasi Guru
Pada dasarnya supervisi pembelajaran itu merupakan upaya profesionalisasi guru. Supervisi pembelajaran itu dapat dikatakan baik apabila keberadaannya Seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Maksudnya adalah seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan atau motivasi untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya. menurut Glickman (1981) ada dua apek pada guru yang harus dipertimbangkan oleh supervisor sebelum menentukan orientasinya, yaitu (1)komitmen guru (teacher’s commitment) dan (2) kemampuan berpikir guru secara abstrak (teacher’s ability to think abstractly).
Aspek kedua yang harus dipertimbangkan dalam menentukan orientasi perilaku supervisi pengajaran adalah tingkat abstraksi guru. Tingkat abstraksi guru yang dimaksudkan di sini adalah tingkat kemampuan guru mengelola pengajaran, mengklarifikasi masalah-masalah pengajarannya (pengelolaan, disiplin, pengorganisasian dan minat murid), menentukan alternatif pemecahan masalah, dan kemudian merencanakan tindakan-tindakannya. Hasil penelitian Harvey (1966) dan Hunt dan Joyce (1967) menunjukkan bahwa guru-guru tingkat perkembangan kognitif tinggi, dimana pemikiran abstrak atau simboliknya sangat dominan mampu berfungsi dengan lebih kompleksitas di dalam kelas.
Menurut Glickman (1981) tingkat abstraksi guru terbentang dalam satu garis kontinum, mulai dari rendah, menengah dan tinggi, sebagaimana terlihat pada gambar 2. Guru-guru yang memiliki kemampuan berpikir abstrak rendah tidak merasa bahwa mereka memiliki masalah-masalah pengajaran, atau apabila mereka merasakannya mereka sangat bingung tentang masalahnya. Mereka tidak tahu apa yang bisa dikerjakan. Guru-guru yang memiliki kemampuan berpikir abstrak menengah biasanya bisa mendefinisikan masalah berdasarkan bagaimana mereka melihatnya. Mereka bisa memikirkan satu atau dua kemungkinan tindakan, tetapi mereka mengalami kesulitan dalam memikirkan rencana yang komprehensif. Guru-guru yang memiliki kemampuan abstrak tingkat tinggi bisa memandang masalah-masalah pengajaran dari banyak perspektif (diri sendiri, murid, orang tua, administrator, dan alat pelajaran), dan mengumpulkan banyak rencana alternatif. Selanjutnya mereka bisa memilih satu rencana dan memikirkan langkah-langkah pelaksanaan.
Komitmen sangat berhubungan dengan motivasi kerja guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Dalam bab ini akan dibahas motivasi kerja guru dan bagaimana cara supervisor membinanya sehingga selain memiliki kemampuan, ia juga memiliki kemauan mengelola proses belajar mengajar. Motivasi kerja merupakan salah satu variabel yang sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas performansi kerja seseorang. Para teoritisi banyak menekankan pentingnya pembinaan motivasi kerja guru sebagai upaya meningkatkan kualitas performansi kerjanya, dalam mengelola proses belajar mengajar.
1. Konsep Motivasi
Motivasi merupakan kemauan (willingness) untuk mengerjakan sesuatu (Robbins, 1984). Kemauan tersebut tampak pada usaha seseorang untuk mengerjakan sesuatu. Seseorang yang memiliki motivasi tinggi akan lebih keras berusaha daripada seseorang yang memiliki motivasi rendah. Tetapi motivasi bukanlah perilaku. Ia merupakan proses internal yang kompleks (Huse dan Bowditch 1973) yang tidak bisa diamati secara langsung, melainkan bisa dipahami melalui kerasnya usaha seseorang dalam mengerjakan sesuatu.
Secara teknis, proses dasar motivasional seseorang berawal dari adanya kekurangan dalam diri seseorang (innerdeficiencies) atau kebutuhan yang belum terpenuhi (unsatisfied needs). Kekurangan ini akan menimbulkan ketegangan (tension) yang mendorong seseorang untuk bertindak (drive). Selanjutnya dorongan ini membangkitkan seseorang untuk bertindak (behavior) untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila tujuan ini tercapai berarti kekurangan atau kebutuhannya terpenuhi (satisfied need) dan sekaligus menghilangkan ketegangan. Sebaliknya, apabila tujuan ini belum tercapai, berarti kebutuhannya belum juga terpenuhi, maka akan timbul perilaku yang tidak tepat (inappropriate) dalam bentuk penyerangan (aggression) atau ketidakhadiran (absenteeism). Gambar 4 berikut, secara rinci menjelaskan proses motivasional dalam diri seseorang.
Dengan demikian, sebenarnya motivasi seseorang dalam organisasi, misalnya guru dalam sekolah sebagai pendidik formal, berangkat dari adanya kebutuhan dalam dirinya. Kebutuhan ini membuat orang berperilaku atau bertindak untuk memenuhinya. Dengan perkataan lain, bahwa seseorang itu melakukan aktivitas tertentu selalu didorong oleh motif tertentu, yaitu upaya memenuhi kebutuhan dirinya. Itulah sebabnya, para teoritisi psikologi pendidikan yang membahas tentang motivasi selalu memasukkan teori-teori kebutuhan sebagai salah satu bagian dari pembahasannya.
2. Motivasi Kerja Guru
Telah banyak teorit psikologi yang telah mengemukakan teori-teorinya tentang kebutuhan dasar manusia. Teori-teori ini didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang dilakukan selama bertahun-tahun, diantaranya teori kebutuhan yang sangat dikenal adalah teori hierarki kebutuhan (The hierarchy of need theory), yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Menurut Maslow, teori kebutuhan manusia ERG (ERG theory of needs), teori kebutuhan manusia menurut Herbert A. Carroll dan David C. McClelland.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, kebutuhan apa saja yang mendorong guru bekerja? atau, apa yang diinginkan guru melalui kerjanya?. Wiles (1955) mengidentifikasi delapan kebutuhan guru, yaitu
1. rasa aman dan hidup layak
2. kondisi kerja yang menyenangkan
3. rasa diikutsertakan
4. perlakuan yang jujur dan wajar
5. rasa mampu
6. pengakuan dan penghargaan
7. ikut ambil bagian dalam pembuatan kebijakan sekolah, dan
8. kesempatan mengembangkan self respect
Galloway dan kawan-kawannya (1985) pernah melakukan penelitian tentang sumber-sumber kepuasan dan ketidakpuasan (Sources of satisfaction and dissatisfaction) bagi guru-guru Sekolah Dasar New Zealand. Berdasarkan hasil penelitian ini D. Galloway dan kawan-kawannya berhasil mengklasifikasikan aspek-aspek di mana sebagian besar guru merasa sangat puas, yaitu
1. hubungan dengan murid
2. hubungan dengan guru-guru lain
3. kebebasan memilih metoda pengajaran
4. jadwal aktivitas atau program
5. kebebasan memilih materi pelajaran
6. jumlah mengajar setiap minggu
7. hubungan dengan staf senior di sekolah
8. tingkat prestasi murid di kelasnya
9. pengalokasian guru untuk mengajar unit, kelas khusus, dan
10. perilaku umum murid-murid di kelasnya.
2. Pembinaan Motivasi Kerja Guru
Motivasi kerja guru bisa rendah bisa tinggi. Seorang guru yang memiliki motivasi kerja tinggi akan memiliki kemauan yang keras atau kesungguhan hati untuk mengerjakan tugas-tugasnya, dan akibatnya produktivitasnya akan meningkat. Sebaliknya, seorang guru yang memiliki kerja yang rendah akan kurang memiliki kemauan keras untuk mengerjakan tugas-tugasnya, dan akibatnya produktivitasnya menurun.
Konsisten dengan konsep motivasi dan teori kebutuhan yang telah diuraikan di muka, seorang guru akan memiliki motivasi kerja yang tinggi apabila ia merasa bahwa segala kebutuhannya terpenuhi melalui kerjanya. Apabila ia merasa bahwa pekerjaan yang dilakukannya tidak akan mampu memenuhi kebutuhannya, maka, menurut Argyris (1957), ia akan kurang bersemangat, penuh rasa ragu akan masa depannya, bahkan kemungkinan besar akan meninggalkan pekerjaan tersebut untuk mencari pekerjaan lain yang sekiranya dapat memenuhi kebutuhannya. Ini berarti, juga ditegaskan oleh Certo (1985) dan Owens (1987) bahwa pada dasarnya memotivasi kerja guru itu tidak lain adalah upaya pemuasan atau pemenuhan segala kebutuhan guru. Menurut Huse dan Bowditch (1973), ada tiga model memotivasi kerja seseorang, yaitu (1) model kekuatan dan ancaman; (2) model ekonomik/mesin; (3) model pertumbuhan-sistem terbuka
Secara manajerial seorang kepala sekolah atau supervisor terlebih dahulu harus menentukan seberapa tinggi tingkat kepuasan kerja guru. Dengan kata lain, ada dua langkah pokok dalam membina motivasi kerja guru, yaitu
1. mengukur tingkat kepuasan kerja guru,
2. menentukan alternatif manajerial yang akan ditempuh untuk membina motivasi kerja guru
E. Penutup
1. Keefektifan suatu sekolah dalam menggapai visi, mengemban misi, dan menjalankan aktivitas pendidikan mempersyaratkan adanya seorang kepala sekolah yang efektif, yaitu seorang kepala sekolah yang mampu memimpin, melakukan supervisi, dan memotivasi guru. Oleh karena itu seorang kepala sekolah dipandang perlu memiliki konsep dan strategi kepemimpinan, supervisi pembelajaran, dan motivasi guru.
DALAM UPAYA MENINGKATAN MOTIVASI GURU
A. Pendahuluan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/ Madrasah menyatakan bahwa seorang Kepala Sekolah mesti memiliki kualifikasi kompetensi, dengan berbagai dimensi diantaranya yakni dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan kompetensi sosial.
Jika melihat pada keefektifan suatu sekolah dalam menggapai visi, mengemban misi, dan menjalankan aktivitas pendidikan mempersyaratkan adanya seorang kepala sekolah yang efektif, yaitu seorang kepala sekolah yang mampu mengelola sumber daya manusia maupun non-manusia secara efektif dan efisien. Lebih-lebih, dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah memperkenalkan dan menggalakkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (School Based Quality Improvement), yang lebih dikenal dengan manajemen berbasis sekolah (School Based Management), kehadiran kepala sekolah yang efektif merupakan komponen organik, sebab bagaimanapun banyaknya sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki sekolah, betapapun besarnya dana yang tersedia bagi pembiayaan operasional sekolah, dan betapapun banyaknya sumber daya manusia yang tersedia untuk mengoperasikan kegiatan sekolah, semuanya akan sia-sia belaka bilamana tidak dikelola secara profesional oleh kepala sekolah yang efektif dan efisien.
Dari berbagai kompetensi yang harus dimiliki seorang kepala sekolah, Kepala sekolah harus mampu memotivasi, mendorong, menggalang, mengarahkan, membimbing, mensuprvisi seluruh pendidik dan tenaga kependidikan yang menjadi tanggung jawabnya dalam satu kesatuan ’nawaitu” menggapai visi, mengemban misi, dan melaksanakan program aksi yang telah direncanakan dengan melibatkan seluruh stakeholder. Oleh karena itu seorang kepala sekolah dipandang perlu memiliki konsep dan strategi kepemimpinan, supervisi pembelajaran, dan motivasi guru.
B. Kepemimpinan
1. Konsep Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan keseluruhan proses mempengaruhi, mendorong, mengajak, menggerakkan, dan menuntun orang lain dalam proses kerja agar berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan hakikatnya dapat muncul kapan dan dimanapun, apabila ada unsur-unsur :
1. Orang yang memimpin.
2. Orang-orang yang dipimpin.
3. Kegiatan atau tindakan penggerakkan untuk mencapai tujuan.
4. Tujuan yang ingin dicapai bersama.
Begitu pula kepemimpinan kepala sekolah dalam suatu institusi pendidikan, maka dalam menjalankan program yang telah direncanakan atau diorganisasikan perlu didukung dengan sebuah kepemimpinan yang efektif dan didukung pula oleh seluruh pendidik dan tenaga kependidikan. Kehadiran seorang kepala sekolah sangat esensial, mengingat kepala sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber daya yang dimiliki pada suatu sekolah/madrasah. Karena itu, kepala sekolah disebut juga sebagai fungsi organik dalam proses manajemen.
2. Syarat-syarat untuk Menjadi Kepala Sekolah yang Sukses
Kepala Sekolah merupakan pemimpin di Siapapun yang menjadi pemimpin sekolah harus memenuhi syarat-syarat pemimpin agar sukses dalam kepempimpinnya di sekolah, baik kepribadian, pengetahuan, dan ketrampilan, sebagaimana diuraikan berikut ini:
1. Seorang pemimpin harus dapat memiliki sifat-sifat pribadi yang terpuji, antara lain ramah, periang, antusias, berani, murah hati, spontan, percaya diri, dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi, menerima pendapat orang lain.
2. Seorang pemimpin harus dapat memikirkan, merumuskan tujuan visi, misi, kondisi, dan aksi yang ingin dicapai, dan menginformasikannya kepada staf agar mereka sepenuhnya memahami yang ingin dicapai bersama.
3. Seorang pemimpin harus memiliki ketrampilan dalam bidang yang dipimpinnya. Pemimpin pendidikan harus terampil dalam bidang pendidikan. Dengan keterampilan tersebut diharapkan pemimpin dapat membantu stafnya dalam mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapi.
C. Supervisi
Beberapa kenyataan menunjukkan bahwa para pelaksana supervisi pendidikan cenderung mempersepsikan supervisi pembelajaran adalah sama dengan penilaian dan inspeksi. Realita pelaksanaan supervisi pembelajaran cenderung menilai dan mengawasi. Realita pelaksanaan supervisi pembelajaran cenderung pada aspek teknis administratif. Padahal supervisi pembelajaran bukanlah penilaian dan inspeksi.
1. Konsep Supervisi Pembelajaran
Sering dijumpai adanya seorang supervisor dalam melaksanakan supervisi pembelajaran hanya datang ke sekolah dengan membawa instrumen pengukuran performa guru. Kemudian masuk ke kelas melakukan pengukuran terhadap performa guru yang sedang mengajar. Setelah itu, selesailah tugasnya, seakan-akan supervisi pembelajaran sama dengan penilaian-penilaian performa mengajar guru, padahal secara teoritik tidaklah demikian.
Perilaku supervisi pembelajaran sebagaimana digambarkan di atas merupakan salah satu contoh perilaku supervisi pembelajaran yang salah. Perilaku supervisi pembelajaran yang demikian sama sekali tidak akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas perfoma guru dalam mengelola proses pembelajaran. Seandainya memberikan pengaruh, pengaruhnya sangat kecil artinya bagi peningkatan kualitas performa guru dalam mengelola proses belajar-mengajar. Supervisi pembelajaran sama sekali bukan penilaian performa guru.
Secara konseptual, sebagaimana ditegaskan Glickman (1981), supervisi pembelajaran adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses belajar-mengajar demi pencapaian tujuan pembelajaran. Supervisi pembelajaran merujpakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran (Daresh, 1989). Dengan demikian, berarti, esensial supervisi pembelajaran itu sama sekali bukan menilai performa guru dalam mengelola proses belajar-mengajar, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.
Meskipun demikian, supervisi pembelajaran tidak bisa terlepas dari penilaian performa guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses belajar-mengajar, maka menilai performa guru dalam mengelola proses belajar-mengajar merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian performa guru dalam supervisi pembelajaran adalah melihat realita kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti berikut.
a. Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas?
b. Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam kelas?
c. Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan murid?
d. Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan pembelajaran?
e. Apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?
2. Prinsip-prinsip Supervisi Pembelajaran
Konsep dan tujuan supervisi pembelajaran, sebagaimana dikemukakan oleh para teoritikus supervisi pembelajaran di muka, memang tampak idealis bagi para praktisi supervisi pembelajaran. Akan tetapi, memang demikianlah seharusnya kenyataan normatif konsep dasarnya. Para kepala sekolah baik suka maupun tidak suka harus siap menghadapi problema dan kendala dalam melaksanakan supervisi pembelajaran. Adanya problema dan kendala tersebut sedikit banyak bisa diatasi apabila dalam pelaksanaan supervisi pembelajaran kepala sekolah menerapkan prinsip-prinsip supervisi pembelajaran.
Semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi pembelajaran modern yang harus direalisasikan pada setiap proses supervisi pembelajaran di sekolah-sekolah. Selain tersebut di atas, berikut ini ada beberapa prinsip lain yang harus diperhatikan dan direalisasikan oleh supervisor dalam melaksanakan supervisi pembelajaran, yaitu sebagai berikut.
a. supervisi pembelajaran harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis.
b. supervisi pembelajaran harus dilakukan secara berkesinambungan. Ketiga, supervisi pembelajaran harus demokratis.
c. program supervisi pembelajaran harus integral dengan program pendidikan.
d. supervisi pembelajaran harus komprehensif.
e. supervisi pembelajaran harus konstruktif.
f. supervisi pembelajaran harus obyektif.
3. Prosedur Supervisi Pembelajaran
Esensial supervisi pembelajaran adalah membantu guru mengembangkan kemampuan, pengetahuannya sehingga ia semakin mampu memfasilisasikan belajar bagi murid-muridnya. Pertanyaannya sekarang bagaimana sebaiknya melaksanakan pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Menurut Marks, Stoops dan Stoops (1985) ada lima fase dalam melaksanakan pembinaan keterampilan. Kelima fase tersebut meliputi: (1) menciptakan hubungan-hubungan yang harmonis; (2) analisis kebutuhan; (3) mengembangkan strategi dan media; dan (4) menilai dan revisi
Langkah 1: Menciptakan Hubungan yang Harmonis. Langkah pertama dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah menciptakan hubungan yang harmonis antara supervisor dan guru, serta semua pihak yang terkait dengan program pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Dalam upaya melaksanakan supervisi pembelajaran memang diperlukan kejelasan informasi antar personil yang terkait. Tanpa kejelasan informasi, guru akan kebingungan, tidak tahu yang diharapkan supervisor, dan meyakini bahwa tujuan pokok dalam pengukuran kemampuan guru, sebagai langkah awal setiap pembinaan keterampilan pembelajaran melalui supervisi pembelajaran, adalah hanya untuk mengidentifikasi guru yang baik dan yang jelek dalam mengajar. Padahal seandainya ada kejelasan informasi, tentu tidak akan terjadi guru yang demikian.
Ada sejumlah prinsip komunikasi yang harus diterapkan oleh supervisor, sebagaimana dikemukakan oleh Marks, Stoops dan Stoops, sebagai berikut.
1. Berbicaralah sebijaksana dan sebaik mungkin
2. Ikutilah pembicaraan orang lain secara saksama
3. Ciptakan hubungan interpersonal antar personil
4. Berpikirlah sebelum berbicara
5. Ikutilah norma-norma yang berlaku pada latar sekolah
6. Usahakanlah untuk memahami pendapat orang lain
7. Konsentrasikan pada pesanmu, bukan pada dirimu sendiri
8. Kumpulkan materi untuk mengadakan diskusi bila perlu
9. Persingkat pembicaraan
10. Ciptakan ketidaksanggupan
11. Bersemangatlah
12. Raihlah sikap orang lain untuk membantu program
13. Berkomunikasilah dengan “eye communication”
14. Selalu mencoba
15. Jadilah pendengar yang baik
16. Ketahuilah kapan sebaiknya berhenti berkomunikasi
Langkah II: Analisis Kebutuhan. Sebagai langkah kedua dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah analisis kebutuhan (needs assessment). Secara hakiki, analisis kebutuhan merupakan upaya menentukan perbedaan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipersyaratkan dan yang secara nyata dimiliki. Prinsip supervisi pembelajaran yang ketujuh, sebagaimana telah dikemukakan di muka, adalah obyektif, artinya dalam penyusunan program supervisi pembelajaran harus didasarkan pada kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Dalam upaya memenuhi prinsip ini diperlukan analisis kebutuhan tentang keterampilan pembelajaran guru yang harus dikembangkan melalui supervisi pembelajaran. Adapun langkah-langkah menganalisis kebutuhan sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan atau masalah-masalah pendidikan – perbedaan (gap) apa saja yang ada antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang nyata dimiliki guru dan yang seharusnya dimiliki guru? Perbedaan di kelompok, disintesiskan, dan diklasifikasi.
2. Mengidentifikasi lingkungan dan hambatan-hambatannya.
3. Menetapkan tujuan umum jangka panjang.
4. Mengidentifikasi tugas-tugas manajemen yang dibutuhkan fase ini, seperti keuangan, sumber-sumber, perlengkapan dan media.
5. Mencatat prosedur-prosedur untuk mengumpulkan informasi tambahan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki guru. Pergunakanlah teknik-teknik tertentu, seperti mengundang konsultan dari luar sekolah, wawancara, dan kuesioner.
6. Mengidentifikasi dan mencatat kebutuhan-kebutuhan khusus pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Pergunakanlah kata-kata perilaku atau performansi.
7. Menetapkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru yang bisa dibina melalui teknik dan media selain pendidikan.
8. Mencatat dan memberi kode kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru yang akan dibina melalui cara-cara lainnya.
Langkah III: Fase Pelaksanaan – Pengembangan Strategi dan Media. Setelah tujuan-tujuan pembinaan keterampilan pembelajaran berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan yang diperoleh melalui analisis kebutuhan di atas, supervisor menganalisis setiap tujuan untuk menentukan bentuk-bentuk teknik dan media supervisi pembelajaran yang akan digunakan. Menurut Gwynn (1961), teknik-teknik supervisi bila dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok. Tujuan pengembangan strategi dan media supervisi pembelajaran ini adalah.
1. untuk mendaftar pembinaan-pembinaan keterampilan pembelajaran yang akan dilakukan dengan menggunakan teknik supervisi individual.
2. untuk mendaftar pembinaan keterampilan pembelajaran yang akan dilakukan melalui teknik supervisi kelompok dan
3. untuk mengidentifikasi dan memilih teknik dan media supervisi yang siap digunakan untuk membina keterampilan pembelajaran guru yang diperlukan.
Setelah mengembangkan teknik dan media supervisi pembelajaran, mulailah dilakukan pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik dan media tertentu sebagaimana telah dikembangkan. Mengenai teknik-teknik supervisi, baik yang individual maupun kelompok, dan medianya akan diuraikan secara khusus pada akhir bab ini.
Langkah IV: Penilaian, Penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai. Dalam konteks supervisi pembelajaran, penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Tujuan penilaian pembinaan keterampilan pembelajaran, yaitu.
Langkah V: Revisi. Sebagai langkah terakhir dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah merevisi program pembinaan. Revisi ini dilakukan seperlunya, sesuai dengan hasil penilaian yang telah dilakukan. Langkah-langkahnya sebagai berikut.
1. me-review rangkuman hasil penilaian
2. apabila ternyata tujuan pembinaan keterampilan pembelajaran guru tidak dicapai, maka sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan
3. apabila ternyata memang tujuannya belum tercapaim maka mulailah merancang kembali program pembinaan keterampilan pembelajaran guru, dan
4. mengimplementasikan program pembinaan yang telah dirancang kembali.
Dalam proses supervisi klinik perilaku supervisor menentukan keberhasilan dalam membantu mengembangkan guru. Menurut Glickman (1981), perilaku supervisor dalam proses supervisi pengajaran meliputi; (1) mendengarkan, (2) mengklarifikasi, (3) mendorong, (4) mengpresentasikan, (5) memecahkan masalah, (6) bernegosiasi, (7) mendemonstrasikan, (8) memastikan, (9) standarisasi, dan (10) menguatkan.
5. Teknik-teknik Supervisi Pembelajaran
Ada bermacam-macam teknik supervisi pembelajaran dalam upaya pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Menurut “The Twelfth Yearbook of the Departement of Supervisor and Director of Instruction” ada sejumlah teknik supervisi yang sangat bermanfaat bagi pembinaan guru, sebagaimana dikutip oleh Marks, Stoops, dan Stoops. Dalam hal ini meliputi pertemuan-pertemuan staf kunjungan supervisi, buletin profesional, perpustakaan profesional, laboratorium kurikulum, penilaian guru, demonstrasi mengajar, pengembangan kurikulum, pengambangan petunjuk pembelajaran, darmawisata, lokakarya, kunjuungan antarkelas, bacaan profesional, dan survei masyarakat-sekolah.
Menetapkan teknik-teknik supervisi pembelajaran yang tepat tidaklah mudah. Seorang supervisor, selain harus mengetahui aspek atau bidang keterampilan yang akan dibinakan, juga harus mengetahui karakteristik setiap teknik di atas dan sifat atau kepribadian guru, sehingga teknik yang digunakan betul-betul sesuai dengan guru yang sedang dibina melalui supervisi pembelajaran. Sehubungan dengan kepribadian guru, Lucio dan McNeil (1979) menyarankan agar supervisor mempertimbangkan enam faktor kepribadian guru, yaitu kebutuhan guru, minat guru, bakat guru, temperamen guru, sikap guru, dan sifat-sifat somatic guru.
D. Motivasi Guru
Pada dasarnya supervisi pembelajaran itu merupakan upaya profesionalisasi guru. Supervisi pembelajaran itu dapat dikatakan baik apabila keberadaannya Seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Maksudnya adalah seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan atau motivasi untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya. menurut Glickman (1981) ada dua apek pada guru yang harus dipertimbangkan oleh supervisor sebelum menentukan orientasinya, yaitu (1)komitmen guru (teacher’s commitment) dan (2) kemampuan berpikir guru secara abstrak (teacher’s ability to think abstractly).
Aspek kedua yang harus dipertimbangkan dalam menentukan orientasi perilaku supervisi pengajaran adalah tingkat abstraksi guru. Tingkat abstraksi guru yang dimaksudkan di sini adalah tingkat kemampuan guru mengelola pengajaran, mengklarifikasi masalah-masalah pengajarannya (pengelolaan, disiplin, pengorganisasian dan minat murid), menentukan alternatif pemecahan masalah, dan kemudian merencanakan tindakan-tindakannya. Hasil penelitian Harvey (1966) dan Hunt dan Joyce (1967) menunjukkan bahwa guru-guru tingkat perkembangan kognitif tinggi, dimana pemikiran abstrak atau simboliknya sangat dominan mampu berfungsi dengan lebih kompleksitas di dalam kelas.
Menurut Glickman (1981) tingkat abstraksi guru terbentang dalam satu garis kontinum, mulai dari rendah, menengah dan tinggi, sebagaimana terlihat pada gambar 2. Guru-guru yang memiliki kemampuan berpikir abstrak rendah tidak merasa bahwa mereka memiliki masalah-masalah pengajaran, atau apabila mereka merasakannya mereka sangat bingung tentang masalahnya. Mereka tidak tahu apa yang bisa dikerjakan. Guru-guru yang memiliki kemampuan berpikir abstrak menengah biasanya bisa mendefinisikan masalah berdasarkan bagaimana mereka melihatnya. Mereka bisa memikirkan satu atau dua kemungkinan tindakan, tetapi mereka mengalami kesulitan dalam memikirkan rencana yang komprehensif. Guru-guru yang memiliki kemampuan abstrak tingkat tinggi bisa memandang masalah-masalah pengajaran dari banyak perspektif (diri sendiri, murid, orang tua, administrator, dan alat pelajaran), dan mengumpulkan banyak rencana alternatif. Selanjutnya mereka bisa memilih satu rencana dan memikirkan langkah-langkah pelaksanaan.
Komitmen sangat berhubungan dengan motivasi kerja guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Dalam bab ini akan dibahas motivasi kerja guru dan bagaimana cara supervisor membinanya sehingga selain memiliki kemampuan, ia juga memiliki kemauan mengelola proses belajar mengajar. Motivasi kerja merupakan salah satu variabel yang sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas performansi kerja seseorang. Para teoritisi banyak menekankan pentingnya pembinaan motivasi kerja guru sebagai upaya meningkatkan kualitas performansi kerjanya, dalam mengelola proses belajar mengajar.
1. Konsep Motivasi
Motivasi merupakan kemauan (willingness) untuk mengerjakan sesuatu (Robbins, 1984). Kemauan tersebut tampak pada usaha seseorang untuk mengerjakan sesuatu. Seseorang yang memiliki motivasi tinggi akan lebih keras berusaha daripada seseorang yang memiliki motivasi rendah. Tetapi motivasi bukanlah perilaku. Ia merupakan proses internal yang kompleks (Huse dan Bowditch 1973) yang tidak bisa diamati secara langsung, melainkan bisa dipahami melalui kerasnya usaha seseorang dalam mengerjakan sesuatu.
Secara teknis, proses dasar motivasional seseorang berawal dari adanya kekurangan dalam diri seseorang (innerdeficiencies) atau kebutuhan yang belum terpenuhi (unsatisfied needs). Kekurangan ini akan menimbulkan ketegangan (tension) yang mendorong seseorang untuk bertindak (drive). Selanjutnya dorongan ini membangkitkan seseorang untuk bertindak (behavior) untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila tujuan ini tercapai berarti kekurangan atau kebutuhannya terpenuhi (satisfied need) dan sekaligus menghilangkan ketegangan. Sebaliknya, apabila tujuan ini belum tercapai, berarti kebutuhannya belum juga terpenuhi, maka akan timbul perilaku yang tidak tepat (inappropriate) dalam bentuk penyerangan (aggression) atau ketidakhadiran (absenteeism). Gambar 4 berikut, secara rinci menjelaskan proses motivasional dalam diri seseorang.
Dengan demikian, sebenarnya motivasi seseorang dalam organisasi, misalnya guru dalam sekolah sebagai pendidik formal, berangkat dari adanya kebutuhan dalam dirinya. Kebutuhan ini membuat orang berperilaku atau bertindak untuk memenuhinya. Dengan perkataan lain, bahwa seseorang itu melakukan aktivitas tertentu selalu didorong oleh motif tertentu, yaitu upaya memenuhi kebutuhan dirinya. Itulah sebabnya, para teoritisi psikologi pendidikan yang membahas tentang motivasi selalu memasukkan teori-teori kebutuhan sebagai salah satu bagian dari pembahasannya.
2. Motivasi Kerja Guru
Telah banyak teorit psikologi yang telah mengemukakan teori-teorinya tentang kebutuhan dasar manusia. Teori-teori ini didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang dilakukan selama bertahun-tahun, diantaranya teori kebutuhan yang sangat dikenal adalah teori hierarki kebutuhan (The hierarchy of need theory), yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Menurut Maslow, teori kebutuhan manusia ERG (ERG theory of needs), teori kebutuhan manusia menurut Herbert A. Carroll dan David C. McClelland.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, kebutuhan apa saja yang mendorong guru bekerja? atau, apa yang diinginkan guru melalui kerjanya?. Wiles (1955) mengidentifikasi delapan kebutuhan guru, yaitu
1. rasa aman dan hidup layak
2. kondisi kerja yang menyenangkan
3. rasa diikutsertakan
4. perlakuan yang jujur dan wajar
5. rasa mampu
6. pengakuan dan penghargaan
7. ikut ambil bagian dalam pembuatan kebijakan sekolah, dan
8. kesempatan mengembangkan self respect
Galloway dan kawan-kawannya (1985) pernah melakukan penelitian tentang sumber-sumber kepuasan dan ketidakpuasan (Sources of satisfaction and dissatisfaction) bagi guru-guru Sekolah Dasar New Zealand. Berdasarkan hasil penelitian ini D. Galloway dan kawan-kawannya berhasil mengklasifikasikan aspek-aspek di mana sebagian besar guru merasa sangat puas, yaitu
1. hubungan dengan murid
2. hubungan dengan guru-guru lain
3. kebebasan memilih metoda pengajaran
4. jadwal aktivitas atau program
5. kebebasan memilih materi pelajaran
6. jumlah mengajar setiap minggu
7. hubungan dengan staf senior di sekolah
8. tingkat prestasi murid di kelasnya
9. pengalokasian guru untuk mengajar unit, kelas khusus, dan
10. perilaku umum murid-murid di kelasnya.
2. Pembinaan Motivasi Kerja Guru
Motivasi kerja guru bisa rendah bisa tinggi. Seorang guru yang memiliki motivasi kerja tinggi akan memiliki kemauan yang keras atau kesungguhan hati untuk mengerjakan tugas-tugasnya, dan akibatnya produktivitasnya akan meningkat. Sebaliknya, seorang guru yang memiliki kerja yang rendah akan kurang memiliki kemauan keras untuk mengerjakan tugas-tugasnya, dan akibatnya produktivitasnya menurun.
Konsisten dengan konsep motivasi dan teori kebutuhan yang telah diuraikan di muka, seorang guru akan memiliki motivasi kerja yang tinggi apabila ia merasa bahwa segala kebutuhannya terpenuhi melalui kerjanya. Apabila ia merasa bahwa pekerjaan yang dilakukannya tidak akan mampu memenuhi kebutuhannya, maka, menurut Argyris (1957), ia akan kurang bersemangat, penuh rasa ragu akan masa depannya, bahkan kemungkinan besar akan meninggalkan pekerjaan tersebut untuk mencari pekerjaan lain yang sekiranya dapat memenuhi kebutuhannya. Ini berarti, juga ditegaskan oleh Certo (1985) dan Owens (1987) bahwa pada dasarnya memotivasi kerja guru itu tidak lain adalah upaya pemuasan atau pemenuhan segala kebutuhan guru. Menurut Huse dan Bowditch (1973), ada tiga model memotivasi kerja seseorang, yaitu (1) model kekuatan dan ancaman; (2) model ekonomik/mesin; (3) model pertumbuhan-sistem terbuka
Secara manajerial seorang kepala sekolah atau supervisor terlebih dahulu harus menentukan seberapa tinggi tingkat kepuasan kerja guru. Dengan kata lain, ada dua langkah pokok dalam membina motivasi kerja guru, yaitu
1. mengukur tingkat kepuasan kerja guru,
2. menentukan alternatif manajerial yang akan ditempuh untuk membina motivasi kerja guru
E. Penutup
1. Keefektifan suatu sekolah dalam menggapai visi, mengemban misi, dan menjalankan aktivitas pendidikan mempersyaratkan adanya seorang kepala sekolah yang efektif, yaitu seorang kepala sekolah yang mampu memimpin, melakukan supervisi, dan memotivasi guru. Oleh karena itu seorang kepala sekolah dipandang perlu memiliki konsep dan strategi kepemimpinan, supervisi pembelajaran, dan motivasi guru.
Langganan:
Postingan (Atom)